Foto: Dokumentasi pribadi HET. Arki: pelajar-bocah penjual koran |
Secara kebetulan sejak sore hingga beberapa jam yang lalu, saya menikmati senja di Ketapang Satu Beach, Kota Kupang. Sendirian tentunya.
Senja yang tadinya dinikmati menjelma malam dan saya harus kembali. Bukan karena banyaknya adam dan hawa yang duduk berpasang-pasangan, tetapi memang saya harus pulang.
Foto: Dokumentasi pribadi HET. Salah satu pemandangan Ketapang Satu Beach, Kota Kupang |
Pada saat yang sama, datanglah seorang bocah; menghampiri saya sembari menawarkan dua Surat Kabar Harian Umum ternama di NTT.
"Kakak, beli su beta pung koran dong. Sisa beberapa sa ni Kakak" kata bocah itu dengan khas melayu Kupang.
"Koran hari ini ko Adik?" kata saya sambil "menarik" dua eksemplar koran berbeda.
"Ada berita deng tulisan bagus Kakak. Itu ada yang tulis tentang Kearifan Lokal. Trus ada ju yang tulis tentang Kouta Sapi dan Kapal Jokowi. Pokoknya bagus. Kakak beli su ka" kata bocah itu yang membuat saya diam dan menatapnya "dalam-dalam".
Reaksi saya demikian dikarenakan selain semangatnya menjual, ternyata ia masih sempat membaca. Tanpa banyak kata.
"Dua-duanya berapa Adik?"
"Lima ribu sa Kakak"
"Oke Adik. Saya beli dua-duanya he. Saya tambah lai satu angka nol di belakang bisa ko sonde Adik?"
Bocah itu tampak kebingungan.
Lalu selembar limapuluh ribu saya berikan kepadanya. Gesit bocah itu menghitung kembaliannya lalu diberikannya kepada saya. Tanpa menjelaskan saya ambil lalu sisipkan di saku celananya. Ia makin bingung.
"Itu buat Adik. Ambil sa he"
Senyum kegembiraan nampak jelas di wajahnya. Seketika tangan saya digenggam lalu dikecupnya.
"Terima kasih Kakak. Hari ini beta dapa rejeki dari Kakak".
Senyum dan tawa pelan saya berikan padanya.
"Ow iya, Adik lanjut jual su he"
Bocah itu kemudian pergi dan menawarkan lagi kepada para remaja, muda-mudi, dan orang tua yang duduk berpasangan-berkelompok. Tapi sia-sia tawarannya itu.
Kurang lebih 100 meter jaraknya. Semacam ada "kepo" dan perasaan lain yang menghendaki saya untuk "mengejar" bocah tersebut.
"Adik, saya bisa minta waktu sebentar? Saya mau bicara dengan Adik. Tanya sadikit sa". Tanpa menolak bocah itu mengangguk pertanda bersedia. Saya papah menuju tempat dimana saya duduk tadi.
Beberapa pertanyaan saya lontarkan. Jawaban bocah itu atas setiap pertanyaan benar-benar membuat saya kagum.
Berikut adalah simpulan atas pertanyaan dan jawaban di antara kami.
Namanya Aspin Arkianus (Arki). Usianya 12 tahun. Arki sedang menduduki jenjang pendidikan kelas VII di salah satu SMP di Kota Kupang. Setiap harinya ia ke sekolah terkecuali hari Minggu dan hari libur. Sepulang sekolah setelah makan ia langsung mengerjakan PR (jika ada) kemudian beristirahat. Satu jam digunakannya untuk bermain bersama teman-temannya. Tepat pukul 3 sore, ia memulai aktivitas berjualan koran. 25 eksemplar dari masing-masing koran biasanya habis terjual. Upah yang diterima setiap hari sebesar Rp 67.000,- [terkadang lebih jika ada pembeli yang memberi lebih]. Sebelum pukul 7 malam ia sudah harus berada di rumah untuk belajar. Arki kini tinggal bersama kedua orang tuanya di Naikolan.
Demikian simpulan percakapan yang terjadi.
Lalu kepadanya saya meminta izin untuk memotretnya.
Sungguh, bocah inspiratif yang luar biasa semangatnya. Mandiri, cerdas, pandai mengatur waktu; dan intinya Arki adalah salah satu bocah di ini negeri yang luar biasa.
"Kakak, beli su beta pung koran dong. Sisa beberapa sa ni Kakak" kata bocah itu dengan khas melayu Kupang.
"Koran hari ini ko Adik?" kata saya sambil "menarik" dua eksemplar koran berbeda.
"Ada berita deng tulisan bagus Kakak. Itu ada yang tulis tentang Kearifan Lokal. Trus ada ju yang tulis tentang Kouta Sapi dan Kapal Jokowi. Pokoknya bagus. Kakak beli su ka" kata bocah itu yang membuat saya diam dan menatapnya "dalam-dalam".
Reaksi saya demikian dikarenakan selain semangatnya menjual, ternyata ia masih sempat membaca. Tanpa banyak kata.
"Dua-duanya berapa Adik?"
"Lima ribu sa Kakak"
"Oke Adik. Saya beli dua-duanya he. Saya tambah lai satu angka nol di belakang bisa ko sonde Adik?"
Bocah itu tampak kebingungan.
Lalu selembar limapuluh ribu saya berikan kepadanya. Gesit bocah itu menghitung kembaliannya lalu diberikannya kepada saya. Tanpa menjelaskan saya ambil lalu sisipkan di saku celananya. Ia makin bingung.
"Itu buat Adik. Ambil sa he"
Senyum kegembiraan nampak jelas di wajahnya. Seketika tangan saya digenggam lalu dikecupnya.
"Terima kasih Kakak. Hari ini beta dapa rejeki dari Kakak".
Senyum dan tawa pelan saya berikan padanya.
"Ow iya, Adik lanjut jual su he"
Bocah itu kemudian pergi dan menawarkan lagi kepada para remaja, muda-mudi, dan orang tua yang duduk berpasangan-berkelompok. Tapi sia-sia tawarannya itu.
Kurang lebih 100 meter jaraknya. Semacam ada "kepo" dan perasaan lain yang menghendaki saya untuk "mengejar" bocah tersebut.
"Adik, saya bisa minta waktu sebentar? Saya mau bicara dengan Adik. Tanya sadikit sa". Tanpa menolak bocah itu mengangguk pertanda bersedia. Saya papah menuju tempat dimana saya duduk tadi.
Beberapa pertanyaan saya lontarkan. Jawaban bocah itu atas setiap pertanyaan benar-benar membuat saya kagum.
Berikut adalah simpulan atas pertanyaan dan jawaban di antara kami.
Namanya Aspin Arkianus (Arki). Usianya 12 tahun. Arki sedang menduduki jenjang pendidikan kelas VII di salah satu SMP di Kota Kupang. Setiap harinya ia ke sekolah terkecuali hari Minggu dan hari libur. Sepulang sekolah setelah makan ia langsung mengerjakan PR (jika ada) kemudian beristirahat. Satu jam digunakannya untuk bermain bersama teman-temannya. Tepat pukul 3 sore, ia memulai aktivitas berjualan koran. 25 eksemplar dari masing-masing koran biasanya habis terjual. Upah yang diterima setiap hari sebesar Rp 67.000,- [terkadang lebih jika ada pembeli yang memberi lebih]. Sebelum pukul 7 malam ia sudah harus berada di rumah untuk belajar. Arki kini tinggal bersama kedua orang tuanya di Naikolan.
Demikian simpulan percakapan yang terjadi.
Lalu kepadanya saya meminta izin untuk memotretnya.
Sungguh, bocah inspiratif yang luar biasa semangatnya. Mandiri, cerdas, pandai mengatur waktu; dan intinya Arki adalah salah satu bocah di ini negeri yang luar biasa.
Ketapang Satu-Kupang, 03 Maret 2017
Herman Efriyanto Tanouf
Comments