Membaca Kartini: Panggilan untuk Berkarya




Membaca Kartini: Emansipasi dan Kesetaraan Gender. Demikian tema yang diusung Komunitas Sastra Joebawi – Jakarta dalam menyelenggarakan event antologi puisi bersama. Antologi ini sendiri merupakan buah sulung dari Komunitas Sastra Joebawi yang belum lama dibentuk. Produktifitas dari para penyelenggara sebanding dengan semangat yang begitu menggelora sebagaimana ketika R. A. Kartini mengkritisi adat – istiadat yang mengungkung. Bukan secara kebetulan antologi ini tampak tematis; berkaitan dengan peringatan Hari Kartini yang setiap tahunnya dirayakan. Tetapi lebih kepada penghayatan akan makna di balik perayaan itu sendiri. Komunitas ini menyikapi Hari Kartini dengan sebuah terobosan baru yaitu menerbitkan sebuah antologi puisi bersama dengan kosnsep perayaan Hari Kartini tidak sebatas mengenakan busana serba kebaya. Konsep berkebaya sebagaimana lazimnya (mendadak berkebaya) hanya ketika perayaan itu tiba waktunya seolah dihempas Joebawi bahwa sastra (puisi) dalam eksistensinya menjadi sasaran yang tepat untuk menanamkan nilai – nilai perjuangan seorang Kartini.
Kehadiran Joebawi di atas panggung sastra Nusantara mendapat banyak dukungan dan apresiasi yang tidak sedikit. Pengumuman terkait pengiriman naskah ditempuh dengan berbagai cara; direspon dengan sungguh. Hal ini menyata dalam data pengirim naskah (penulis) yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, bahkan sempat pula ada penulis dari luar negeri semisal Australia. Julia Daniel Kotan (Yulia Sri Utami) si Penyair Kereta yang adalah salah satu penggagas Joebawi dalam pengakuannya menandaskan upaya (proses) dalam pengumpulan naskah hingga peluncuran buku antologi puisi. “Tidak semudah mengedipkan mata. Berbagai cara ditempuh agar dapat mengundang simpati bahkan empati dari para peminat dan pegiat sastra nusantara. Situasi serba digital menghendaki panitia penyelenggara memilih media jejaring sosial sebagai sarana paling ampuh. Facebook, twitter, email, dan beberapa media lainnya adalah sasaran informasi dimaksud. Salah satu media sastra online di Nusa Tenggara Timur yaitu floressastra.com turut serta dalam menjamurkan informasi tersebut.” Selain itu, pendekatan secara personal pun ditempuh. Yulia dengan “gesitnya” bersama teman –teman seperjuangan berhasil menyabet prestasi yang diimpikan; ialah buah sulung yang didedikasikan secara khusus untuk Kartini.
Respon dari beberapa pegiat sastra yang sudah tidak asing lagi namanya menjadikan Joebawi dan antologinya menjadi pusat perhatian. Para kurator yang beranggotakan Dhenok Kristianti dan Sihar Ramses Simatupang menjadikan “bumbu” antologi ini makin nikmat untuk dicicipi. Di satu sisi, “kompas” yang ditawarkan oleh Nia Samsihono (penulis prolog) dan Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum (penulis epilog) mengintesifkan interpretasi akan jiwa dari antologi puisi bersama Membaca Kartini.
Selesailah semua proses. Tibalah saat –saat yang dinantikan yakni peluncuran buku antologi puisi Membaca Kartini: Emansipasi dan Kesetaraan Gender. Pekan lalu Sabtu, 30 April 2016 tepatnya pukul 13:30 hingga selesai bertempat di Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin Kompleks Taman Ismail Marzuki Jl. Cikini Raya 73, Jakarta Pusat; antologi sulung mulai diluncurkan. Kreativitas siswa – siswa SMP Sta. Ursula Jakarta melalui orkestranya membuka acara peluncuran. Para hadirin dibuat terpukau dibaluti rasa kagum akan ekspresi dari anak –anak yang memiliki bakat dan talenta dalam dunia seni (musik dan suara). Di satu sisi, lengkingan suara si Master of Ceremony Siwi Widjayanti Hadiprajitno membuat suasana tampak lebih “hidup”.
Selain itu, ada beberapa agenda penting dalam acara peluncuran buku tersebut, diantaranya peluncuran itu sendiri (melalui diskusi interaktif), acara babasa (baca-baca sastra – puisi) yang dibagi dalam dua termin; yakni lomba baca puisi dan baca puisi yang pembacanya telah dijadwalkan panitia. Dalam diskusi, para pembicara yang terdiri dari 5 penulis diantaranya: Siwi Dwi Saputro (Ketua Komunitas Joebawi) mengisahkan tentang selayang pandang Antologi Puisi Membaca Kartini. Windu Setya Ningsih (anggota Joebawi) lebih melihat kepada latar belakang dipilihnya tema Kartini yang tidak terlepas dari budaya dewasa ini. Bambang Widiatmoko (Penyair Senior kelahiran Yogyakarta) membahas kandungan jiwa antologi dan esensi dari komunitas sastra yang lebih melihat hal – hal tematis. Julia Daniel Kota (Penyair Kereta) mengisahkan proses pembuatan antologi dengan beragam “dinamikanya”. Alexander Aur Apelaby (Dosen & Penulis) membahas sisi kreatifitas para penyair yang menyuguhkan beragam karakter dalam mencipta puisi tematis.
Antologi yang menghimpun banyak penulis (penyair) dari keempat penjuru mata angin di Nusantara dan Luar Negeri ini menghadirkan beberapa penulis senior dan penulis muda di wilayah Nusa Tenggara Timur. Jika dari ratusan karya yang masuk kemudian diseleksi karya 50 penulis (terlepas dari 20 penulis undangan), maka 13 (penulis) adalah angka yang fantastis untuk sebuah antologi puisi. Fanny Jonathans Poyk (penulis undangan), Alexander Aur Apelaby, Berno Beding, Herman J. Bataona, Reinard L. Meo, Putra Niron, Ardi Suhardi, Linda R. Tagie, Oriol Dampuk, Bataona Noce, Elvan De Porres, Elphidus Lau, dan tak terlupa (penulis artikel ini).
 

Berikut daftar nama penulis (penyair) penghuni Antologi Puisi Membaca Kartini: Emansipasi dan Kesetaraan Gender.


No

Nama


Judul Karya (Puisi)
1
Siwi Dwi Saputro
1.      Patih Goah
2.      Adakah Lelaki di Rumah ini?
3.      3 Menara
2
Julia Daniel Kotan
1.      Zaman Edan
2.      Mawar Tak Ingkari Wangi
3.      Nostalgia Membiru
3
Windu Setya Ningsih
1.      Perempuan yang Disebut Anggrek Hitam
2.      Serenada di ujung Januari
3.      Perempuan Penyair
4
Wikan Satriati
1.      Menulis
5
Ian Campbell
1.      Selamat Jalan Fierda
6
Eka Budianta
1.      Pelangi Puteri Jepara
2.      Air Mata Pohon Rembang
3.      Puisi Pernikahan Bocah
7
Ariany Isnamurti
1.      Nasibmu, Anak Perempuan Pedesaan
2.      Seakan-akan Takdirmu, Anak Perempuan
8
Rini Intama
1.      Suratku pada Kartini
2.      Societeit de Harmonie
9
M Anton Sulistyo
1.      Menikmati Kopi pada Hari Kartini
2.      Kuala Simpang
3.      Catatan di Museum Kartini
10
Alya Salaisha
1.      Mozaik Surat Kabar
2.      Tentang Perempuan
3.      Wajah Ibu
11
Akhmad Sekhu
1.      Kartini, Surat-Surat Masih Tetap Tersirat
12
Alexander Aur
1.      Perempuan-Perempuan Api dari Gunung Utara
2.      Engkau dan Perempuan-Perempuan dalam Perjalanan ke Bukit Kematian
3.      Ibu Kehidupan
13
Bambang Widiatmokko
1.      Pakarena
2.      Pemain Gender
3.      Perempuan Hikayat
14
Gunawan Hartanto
1.      Sajak Ibu Mati
2.      Kondhe
15
Riduan Hamsyah
1.      Mencari Kartini
2.      Perempuan yang Kusebut Kartini
16
Syahriannur Khaidir
1.      Bidadari
2.      Ibu
3.      Bangkitlah
17
Husnul Khuluqi
1.      Kepada Perempuan yang Mengirimkan Cahaya
2.      Melati
3.      Dongeng Perempuan
18
Siwi W. Hadiprajitno
1.      Di Muzdalifah
2.      Srikandi (yang ini) Bukan Titisan Amba
3.      Seribu Candi Untukmu
19
Agus Sulton
1.      Dermaga dalam Cerita Lipstik
2.      Arisan Sepatu Pelangi
20
Maya Azeezah
1.      Doa Ibu
2.      Puluhan dan Ribuan Perempuan
21
Herman Efriyanto Tanouf
1.      Perempuan yang Mengubang Peluh
2.      Bidadari Cahaya
3.      Gugatan
22
Aditya Ardi
1.      Mimpi Kartini sebagai Lelaki
2.      Pamflet
23
Chistin Ningsih
1.      Kartini Tak Pernah Mati
24
Imam Sembada
1.      Aku Menjelma Gadis
25
Sus S. Hardjono
1.      Surat Kartini untuk Perempuan Bumi
2.      Sekar Jagat
3.      Kartini, Engkau Srikadhi
26
Eddy Pramduane
1.      Istri
2.      Perahu
27
Hadi Sastra
1.      Membaca Kartinni
2.      Reinkarnasi Kartini
28
Maria R. Minis
1.      Gadisku
29
Putra Niron
1.      Kematian Gadis Berkebaya
2.      Sisa
3.      Mata Kartini
30
Nida Anisa
1.      Darimu, Sekolah Dini Dimulai
31
Herman J. Bataona
1.      Maafkan Aku Ibu
2.      Rosmiana
3.      Surat dari Tiny...
32
Driya Widiana M. S
1.      kami alasi kaki telanjangmu
33
Angger Mahesha
1.      Betina
34
Elpy Lau
1.      Senja Berdarah
2.      Episode Bisu
3.      Kertas Kusam Emansipasi
35
Giyanto Subagio
1.      Kartini Muda
36
Yanwi Mudrikah
1.      Sepasang Mata
2.      Gadis Puisi
37
Selsa Dyandra
1.      Perempuan Berpunggung Baja
38
Ilmiyati Badri
1.      Adam, Aku Hawa...
39
Bhetsy Angelina
1.      Biasa
40
Irna Rawa
1.      Sebingkai Cahaya
2.      Lukisan Surga di Selembar Hidup
41
Moh. Gufron Chalid
1.      Menyalami Anugerah
2.      Sisi Lain Kartini

42
Oriol Dampuk
1.      Perempuan di Awal Kasih
2.      Mata Air Perempuan
43
Retno Budiningsih
1.      Malam
44
Berno Beding
1.      Wajah Perempuan
2.      Perempuan Setia
45
Eufrasia Murni
1.      Pendar Bintang
2.      Aku Perempuan
3.      Lepaskan
46
Fendi Kachoenk
1.      Perempuan Pasar Tradisional
47
Ardi Suhardi
1.      Ibu
48
Bataona Noce
1.      Perempuan Metropolitan
49
Faiz Sufani
1.      Pamit
50
Dino Umahuk
1.      Tuhan Tak Datang di Malam Natal
2.      Jojaru Halmahera
3.      Perempuan Berkerudung Sunyi
51
Elvan de Porres
1.      Tentang Kartini Kekinian
2.      Sajak Ibu di Balik Jendela
52
Rinny Soegiyoharto
1.      Kartini
2.      Denok: Sendang Kapit Pancuran
53
Ami Airin
1.      Pateneras Musim
2.      Gundam Gurindam Sri Kartini
53
Ade Riyan Purnama
1.      Ode Rosa Abendanon
2.      Kartini Peniup Canting
3.      Door Duisternis tot Licht
54
Nila Hapsari
1.      Rahasia Dapur
2.      Yu Karti
55
Dwi Dwiana
1.      Bait yang Kudus
56
Nunung Noor El Niel
1.      Habis Gelap
2.      Terbitlah Terang
3.      Kartini
57
Ticko Sandikala
1.      Emansipasi kebablasan
58
Emmelia Meitry
1.      Mazmur Adinda
59
Linda R. Tagie
1.      Tuan di Doa Puan
2.      Restu
3.      Untuk Maria
60
Reinard L. Meo
1.      die Kaempferin
2.      Das Gesuch
3.      das Lob
61
Helena Muljanto
1.      Kartini...
62
Diah Hadaning
1.      Ibuku Sekarwangi
2.      Catatan Perjalanan
63
Thomas H. Soekiran
1.      Orasi Kartini
64
Endin Sas
1.      Kartini Jaman Reformasi
65
Weni Suryandari
1.      Perempuan Berwajah Mawar
2.      Perempuan Penari Tayub
67
Fanny J. Poyk
1.      Noktah
68
Luh Made A. K. Sari
1.      Perempuan Penakluk Dunia
69
Ujang Nurochmat
1.      Wanita Itu
2.      Tak Cukup
70
Timur Sinar Suprabana
1.      perempuan yang menulis


Kupang, April 2016
HET

Comments