Puisi-Puisi Herman Efriyanto Tanouf pada website floressastra.com, edisi 25 Januari 2016


Percakapan Raja Rimba

Mari kita cabuti bulu domba
ia tiada mengembik
lalu mulailah berhitung!
aku jamin kau tiada mampu

Begini, hitunglah dalam gumpalan
biarlah membentuk tungku
lagi letakkan tempayan di atasnya
kencingi hingga merembes
pasanglah bara di kiri di kanan
jadilah enyah tungku sialan

Bersama rajawali kita lintasi rimba
teduhnya sebelum purnama
kita intip bintang di baliknya
hingga temui titiktitik penghubung

Siasati
janganlah di waktu fajar
harimau tengah menanti
suri kita jadinya

Kau tahu
sekeliling berhias lubang
tempat kita mencabik kelinci
yang kemarin bercanda ria di rerumputan hijau
kau tahu
auman kita mencengkeram
terbiritkan kawanan kelinci itu

Hahaha
kita tetaplah singa perkasa
rimba ini milik kita

Kupang, Desember 2015



Kidung Senja

Searak walet berkepak sayap
isyaratkan  datangnya merah jingga
dalam lumatan  buih kental
hasratkan penikmat senja

Punggung bebukitan bak mempelai
yang tengah sandingkan paras keemasan
sedang nyiur iri dalam lambai
acungkan cemburu pada buai senja

Dari arah timur
hadir sosok bercerobong
menjulang hingga nirwana
kepulankepulan nafsu menebal
pekatkan asmara senja di kota kasih
Ah, belum saatnya senja berpamitan
Terpaksa!

Kupang, 2015


 Pengembara dari Lorosae

Ini september
enambelas usiaku
separuh hidup melanglang buana
aku kekasih negeri tak dianggap

di manakah semboyan itu?

Aku benci kembali pada trauma
di sana masih ada bercakbercak darah
yang mengalir deras dalam sukma ini

haruskah kubutakan mata pada hunus pedang?
haruskan kutulikan kuping pada letusan biadab?
haruskah kuhisteris saingi ratap darah saudara?

Jawablah aku!

Kamu masih mematung

Aku, enyah saja dari semunya benam senja
biarlah di Lorosae aku tegak
hanyut dalam trauma hingga ajal menjemput
setidaknya aku dikenang anak cucu
bulak integrasi
yang kembali jilati ludah dan tetes darah

Kupang, September 2015

Comments