Percakapan Raja Rimba
Mari kita cabuti bulu domba
ia tiada mengembik
lalu mulailah berhitung!
aku jamin kau tiada mampu
Begini, hitunglah dalam gumpalan
biarlah membentuk tungku
lagi letakkan tempayan di atasnya
kencingi hingga merembes
pasanglah bara di kiri di kanan
jadilah enyah tungku sialan
Bersama rajawali kita lintasi rimba
teduhnya sebelum purnama
kita intip bintang di baliknya
hingga temui titiktitik penghubung
Siasati
janganlah di waktu fajar
harimau tengah menanti
suri kita jadinya
Kau tahu
sekeliling berhias lubang
tempat kita mencabik kelinci
yang kemarin bercanda ria di rerumputan hijau
kau tahu
auman kita mencengkeram
terbiritkan kawanan kelinci itu
Hahaha
kita tetaplah singa perkasa
rimba ini milik kita
Kupang, Desember 2015
Kidung Senja
Searak walet berkepak sayap
isyaratkan
datangnya merah jingga
dalam lumatan buih
kental
hasratkan penikmat senja
Punggung bebukitan bak mempelai
yang tengah sandingkan paras keemasan
sedang nyiur iri dalam lambai
acungkan cemburu pada buai senja
Dari arah timur
hadir sosok bercerobong
menjulang hingga nirwana
kepulankepulan nafsu menebal
pekatkan asmara senja di kota kasih
Ah, belum saatnya senja berpamitan
Terpaksa!
Kupang, 2015
Pengembara dari Lorosae
Ini september
enambelas
usiaku
separuh hidup
melanglang buana
aku kekasih
negeri tak dianggap
di manakah
semboyan itu?
Aku benci
kembali pada trauma
di sana masih
ada bercakbercak darah
yang mengalir
deras dalam sukma ini
haruskah
kubutakan mata pada hunus pedang?
haruskan
kutulikan kuping pada letusan biadab?
haruskah
kuhisteris saingi ratap darah saudara?
Jawablah aku!
Kamu masih
mematung
Aku, enyah
saja dari semunya benam senja
biarlah di Lorosae aku tegak
hanyut dalam
trauma hingga ajal menjemput
setidaknya aku
dikenang anak cucu
bulak
integrasi
yang kembali
jilati ludah dan tetes darah
Kupang, September 2015
Comments